
Sungguh menarik ketika kita diharuskan untuk terus menerus belajar tentang fenomena apapun yang terjadi dalam kehidupan ini, dan bukan hal yang keliru kalau kita buat semacam target. Misalnya : hari ini kita belajar tentang wajah. Wajah? Ya, wajah. Kalau kita berbicara tentang wajah bukan hanya sekedar masalah bentuknya, tapi yang utama adalah pancaran/aura yang keluar dari wajah tersebut. Pastilah kita akan bertemu dengan beraneka macam bentuk wajah.
Wajah atau muka adalah bagian depan dari kepala, pada manusia meliputi wilayah dari dahi hingga dagu, termasuk rambut, dahi, alis, mata, hidung, pipi, mulut, bibir, gigi, kulit, dan dagu. Wajah terutama digunakan untuk ekspresi wajah, penampilan, serta identitas. Tidak ada satu wajahpun yang serupa mutlak, bahkan pada manusia kembar identik sekalipun. (wikipedia). Tiap wajah ternyata membawa dampak atau efek yang berbeda-beda kepada kita. Ada yang menenteramkan, ada yang menyejukkan, ada yang menggelikan, ada yang menggelisahkan, dan ada pula yang menakutkan. Nah, untuk yang terakhir ini bukan menakutkan dari bentuknya, karena ada yang hidungnya mungil tapi menenteramkan. Ada yang sorot matanya tajam menghunjam, tapi menyejukkan, dan ada juga yang kulitnya hitam, tapi penuh wibawa.
Saya, atau mungkin Anda pasti pernah bertemu dengan seseorang yang dari segi tampilan luar/fisiknya walaupun kulitnya tidak putih, tidak kuning, tetapi ketika memandang wajahnya terasa menyejukan sekali. Senyumnya begitu tulus meresap ke relung qolbu yang paling dalam. Sungguh bagai disiram air sejuk menyegarkan di pagi hari.
Saya jadi ingat sebuah nama yaitu Syekh Ahmad Yassin, dia adalah pemimpin spiritual sebuah gerakan di Palestina. Ia tidak punya daya, duduknya saja di atas kursi roda. Hanya kepalanya saja yang bergerak. Tapi, saat menatap wajahnya, terpancar kesejukan yang luar biasa. Padahal, beliau jauh dari ketampanan wajah sebagaimana yang dianggap rupawan dalam versi manusia. Tapi, ternyata dibalik kelumpuhannya itu beliau memendam ketenteraman batin yang begitu dahsyat, tergambar saat memandang sejuknya pancaran rona wajahnya.
Nah, kalau hari ini kita berhasil menemukan setruktur wajah seseorang yang menenteramkan, tidak ada salahnya kalau kita mencari tahu apa gerangan yang membuat orang itu sampai memiliki wajah yang menenteramkan seperti itu. Tentulah, benar-benar kita akan menaruh hormat. Betapa senyumannya yang tulus; pancaran wajahnya, nampak ingin sekali ia membahagiakan siapapun yang menatapnya. Dan sebaliknya, bagaimana kalau kita menatap wajah lain dengan sifat yang berlawanan; (maaf, bukan bermaksud meremehkan) ada pula yang wajahnya bengis, struktur katanya ketus, sorot matanya kejam, senyumannya sinis, dan sikapnya pun tidak ramah. Begitulah, wajah-wajah dari saudara-saudara kita yang lain, yang belum mendapat ilmu; bengis dan ketus. Dan ini pun perlu kita pelajari. Ambillah kelebihan dari wajah yang menenteramkan, yang menyejukkan tadi menjadi bagian dari wajah kita, dan buang jauh-jauh raut wajah yang tidak ramah, tidak menenteramkan, dan yang tidak menyejukkan.
Tidak ada salahnya juga jika kita melakukan evaluasi diri. Berdirilah didepan cermin lalu tanyalah pada diri kita sendiri. Raut seperti apakah yang ada di wajah kita ini? Memang ada diantara hamba-hamba Allah yang bibirnya di desain agak berat ke bawah. Kadang-kadang menyangkanya dia kurang senyum, sinis, atau kurang ramah. Subhanallaah, jangan lupa, bentuk seperti ini pun karunia Allah yang patut disyukuri dan bisa jadi ladang amal bagi siapapun yang memilikinya untuk berusaha senyum ramah lebih maksimal lagi, semua ini merupakan ciptaan Yang Maha Kuasa.
Sedangkan bagi wajah yang untuk seulas senyum itu sudah ada, maka tinggal meningkatkan lagi kualitas senyum tersebut, yaitu untuk lebih ikhlas lagi. Karena senyum di wajah, bukan hanya persoalan menyangkut ujung bibir saja, tapi yang utama adalah, ingin tidak kita membahagiakan orang lain? Ingin tidak kita membuat di sekitar kita tercahayai?
Junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW, memberikan perhatian yang luar biasa kepada setiap orang yang bertemu dengan beliau sehingga orang itu merasa puas. Kenapa puas? Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW - bila ada orang yang menyapanya - menganggap orang tersebut adalah orang yang paling utama di hadapan beliau. Sesuai kadar kemampuannya.
Ketika Nabi SAW berbincang dengan siapapun, maka orang yang diajak berbincang ini senantiasa menjadi curahan perhatian. Tak heran bila cara memandang, cara bersikap, ternyata menjadi atribut kemuliaan yang beliau contohkan. Dan itu ternyata berpengaruh besar terhadap sikap dan perasaan orang yang diajak bicara. Adapun kemuramdurjanaan, ketidakenakkan, kegelisahan itu muncul ternyata akibat kita belum menganggap orang yang ada dihadapan kita orang yang paling utama. Makanya, terkadang kita melihat seseorang itu hanya separuh mata, berbicara hanya separuh perhatian. Misalnya, ketika ada seseorang yang datang menghampiri, kita sapa orang itu sambil melakukan hal lain. Padahal, kalau kita sudah tidak mengutamakan orang lain, maka curahan kata-kata, cara memandang, cara bersikap, tidak akan punya daya sentuh. Tidak punya daya pancar yang kuat.
Orang karena itu, saya mengajak yang utama pada diri kita sendiri, dan bagi pembaca sekalian untuk berlatih diri meneliti wajah. Kita ambil tauladan wajah yang baik, menghindari yang tidak baik, dan cari kuncinya kenapa sampai seperti itu? Lalu praktekkan dalam perilaku kehidupan kita sehari-hari. Selain itu belajarlah untuk mengutamakan orang lain, mudah-mudahan kita dapat mengutamakan orang lain di hadapan kita, walaupun hanya beberapa menit, walaupun hanya beberapa detik... Maha Suci Allah... Semoga bermanfaat....
Tag :
Motivasi Muslim
0 Komentar untuk "Belajar Dari Muka "