
Ukuran rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW yaitu dengan sambung hati kita dengan beliau, sejak kita lahir, hingga dewasa dan meninggal, kita diakui sebagai umat Nabi Muhammad SAW , begitu banyak saat ini majelis-majelis berada disegala penjuru, karena keberadaan majelis adalah salah satu pertanda bahwa umat islam telah bangkit dan cinta kepada Nabi Muhammad SAW . Satu hal yang menggembirakan lagi, bahwa masih banyak pemuda dan pemudi yang mau cinta dan menghadiri majelis-majelis maka berarti negeri kita insyaAllah masih menjadi negeri Ahlusunnah Wal Jama’ah.
Sekalipun banyak yang mengatakan majelis-majelis seperti majelis maulid, majelis dzikir adalah bid’ah dan sesat, orang berkata demikian bukanlah orang bodoh, justru mereka belajar, cuma orang yang demikian belum mendapatkan hidayah dari Allah subhanahu wa ta’ala, mereka ahli berdalil, Cuma kita yang tidak tahu mereka mengambil dalil darimana. Saat mereka mengatakan bahwa kita hadir dimajelis adalah bid’ah, mereka mencantumkan hadist Nabi Muhammad SAW untuk menguatkan pendapat mereka, hadits yang paling terkenal yang sering mereka sebutkan adalah Rasulullah Shallallah ‘Alaihi Wasallam dalam hadits populer dari Irbath bin Sariyyah Radhiyallahu ‘Anhu pernah berkata:
“iyyakum wa muhdatsatil umur, fa inna kulla muhdasatin bid’ah, wa kulla bid’atin dhalalah, Wa kulla dhalalatin fin naar”
Menurut pimpinan majelis Ta'lim AL-AMIEN hadist tersebut sebenarnya tidak bisa diartikan menggunakan bahasa kamus bahasa arab , sedangkan dalam hadist diatas hanya diartikan menggunakan kamus bahasa arab, tanpa mengikutkan segala hal yang telah difahami oleh para ulama’ salaf terdahulu, maka akan tersesat dijalankan, orang yang mengartikan hadist ataupun ayat-ayat alqur’an jika hanya menggunakan metode kamus bahasa arab saja sebagai pedoman.
Mari kita telaah hadist tersebut sesuai bahasa kamus
iyyakum wa muhdatsatil umur : Sekali-kali janganlah kalian dekat-dekat mengamalkan sesuatu yang baru diajarkan dalam islam
fa inna kulla muhdasatin bid’ah : karena segala sesuatu yang baru didalam islam itu adalah bid’ah
wa kulla bid’atin dhalalah : maka segala yang bid’ah adalah sesat
Wa kulla dhalalatin fin naar : dan semua yang sesat tempatnya di neraka
kata “kulla” diketiga kalimat dihadist tersebut, jika diartikan menggunakan pedoman kamus, maka “kulla” akan diartikan “segala sesuatu”, sedangkan menurut para ulama’ salaf terdahulu kata “kulla” dikalimat kedua “wa kulla bid’atin dhalalah” dan “Wa kulla dhalalatin fin naar” diartikan “sebagian”.
Jika bahasa kamus yang digunakan untuk mengartikan hadist, maka dipastikan semua umat manusia berada dalam kondisi sesat. Inilah kesalahan para penghujat bid’ah, mereka hanya berpedoman pada kamus, tanpa mengikutkan pemahaman para ulama’ salaf.
Mari kita lihat dalam hadist berikut :
Waja’alna minal maa`i Kulla syai`in hayyin
Jika kita menggunakan Bahasa kamus sebagai pedoman, artinya :
Waja’alna minal maa’i : Kami (Allah Subhanahahu Wa Ta’ala) jadikan dari sperma
Kulla syai`in hayyin : semua/segala makhluk hidup
Padahal dalam alqur’an Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan tentang kejadian terbentuknya iblis, Allah Subhanahu Wa Ta’ala Berfirman :
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِيْنِ
“Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis: “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. (Al A’raf ayat 12)
Berarti makhluk hidup yang bernama iblis tidak diciptakan dari sperma, melainkan dari api, inilah kesalahan penerjemahan kata “Kulla” yang diterjemahkan para penerjemah kamus dengan arti “semua/segala sesuatu”, tanpa memperhatikan pemahaman para salaf terdahulu yang juga menggunakan alqur’an sebagai pedoman.
Maka dari itu dalam menerjemahkan kalimah “iyyakum wa muhdatsatil umur, fa inna kulla muhdasatin bid’ah, wa kulla bid’atin dhalalah ,Wa kulla dhalalatin fin naar” artinya ”jangan sekali-sekali kalian mendekati perkara yang baru dalam islam, karena setiap yang baru itu namanya bid’ah, sebagian bid’ah itu sesat, dan setiap yang sesat dineraka”, inilah penerjemahan menggunakan bahasa ulama’ yang biasa disebut dengan ILTIFAT. Iltifat artinya menoleh, berbelok atau beralih, dalam ilmu balagah pun iltifat yaitu mengalihkan Uslub (gaya bicara) dari satu arah ke arah yang lain.
Contoh didalam surat Al-Fatihah
Pada ayat pertama
“ALHAMDULILLAHIRROBBIL ‘ALAMIN” artinya “Segala Puji Bagi Allah Tuhan Seru Sekalian Alam”, kita sebut nama Allah secara langsung, sedangkan pada ayat ke empat “iyyaaka na’budu wa-iyyaaka nasta’iinu” artinya “dan hanya kepada-Mu , kami mohon pertolongan”,__ kita tidak lagi menyebut nama Allah tapi digantikan dengan kata ganti “-Mu”, Jika kita menggunakan bahasa arab tertib maka seharusnya bukan kalimat “iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iinu” melainkan “iyyaahu na’budu wa iyyaahu nasta’iinu”, ada berbagai macam kaidah dalam ilmu bahasa arab, salah satunya adalah ILTIFAT.
Maka dari itu dalam penerjemahan hadist “iyyakum min muhdatsatil umur, fa inna kulla muhdasatin bid’ah, wa kulla bid’atin dhalalah ,Wa kulla dhalalatin fin naar” kita tidak bisa mengartikan semuanya sesat, karena pada dasarnya ada bid’ah yang sesat dan ada yang diperbolehkan.
Salah satu bid’ah sesat adalah jika kita mengadakan maulid kemudian setelah acara maulid kita adakan barongsai dsb atau mengundang seorang pastur didalamnya maka inilah yang disebut “bid’ah sesat” , sebab telah mencampurkan antara yang haq dan yang bathil.
Maka dari itu meskipun sebuah majelis dituduh bid’ah, namun para ulama’ ahlusunnah wal jama’ah menjelaskan bahwa didalam hadist ada dalil yang menyebutkan bahwa bid’ah ada dua yaitu bidah hasanah dan bid’ah dholalah.
Contoh bid’ah hasanah yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam adalah salam ketika tahiyat akhir dalam sholat, karena sesungguhnya yang pertama kali mengamalkan salam ditahiyat akhir dalam sholat bukanlah Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam tetapi Sayyidina Umar Bin Khotob radliallohu ‘anhu. Dan Sayyidina Umar Bin Khatab radliallohu ‘anhu juga yang mengumpulkan jamaah untuk berjamaah dimasjid untuk sholat tarawih selama bulan Ramadhan, sedangkan Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam menurut Ummul Mukminin Aisyah Radliallohu ‘anhu hanya menjalankan sholat sebelas raka’at disepertiga malam itupun hanya tiga hari saja dibulan ramadhan.
Hal ini dilakukan karena pada waktu kepemimpinna Sayyidina Abu Bakar Ash-shidiq Radliallohu ‘anhu yang mengikuti sholat tarawih persis seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Shollallohu’alaihi Wa Sallam, tidak ada jama’ah yang berkumpul, tapi setelah sepeninggal Sayyidina Abu Bakar Ash-shidiq Radliallohu ‘anhu, Maka Sayyidina Umar Bin Khotob radliallohu ‘anhu menjalankan sholat tarawih sebanyak 20 raka’at dari awal hingga akhir ramadhan dan beliau juga mengatakan “Ni’matil bid’ah hadihi” ni’matnya bid’ah ya seperti ini, sholat tarawih selama awal hingga akhir ramadhan. Dan Alhamdulillah bid’ah hasanah yang dicontohkan oleh Sayyidina Umar Bin Khotob radliallohu ‘anhu ini dijalankan dimasjidil haram , masjid nabawi dsb hingga sekarang selama ramadhan.
Inilah hal yang penting jika kita dikatakan bid’ah karena ikut maulid dan majelis lainnya kita sudah memiliki pedoman penuh agar kita tidak goyah, Anehnya orang wahabi juga melakukan bid’ah, contoh ketika zaman dahulu Nabi Muhammad SAW menjalankan haji, beliau mengendarai unta, jika para wahabi masih menggunakan kendaraan mobil, pesawat dsb untuk berhaji, maka dia juga pelaku bid’ah, dan jika dia mengatakan semua bid’ah adalah sesat, maka dia juga termasuk orang yang sesat. Akan tetapi mereka akan menjawab dengan dalil baru lagi yaitu bid’ah terbagi menjadi dua yaitu bid’ah diniyah (urusan agama) dan bid’ah duniawiyah (urusan dunia) , dan bagi para wahabi diperbolehkan melakukan bid’ah duniawiyah, sedangkan dalam hadist shohih tidak pernah ada yang menyebutkan adanya bid’ah duniawiyah.
Wallohu’alam bisshowab,
semoga kita semua diberi ampunan dan hidayah oleh Allah Subhanahu wa ta’ala
Tag :
Motivasi Muslim
0 Komentar untuk "Jangan Takut Dibilang Bid’ah "