Pemberian Nafkah kepada istri



Pemberian nafkah kepada istri termasuk haknya yang paling nyata, sebagaimana yang di riwayatkan Hakim Bin Mu'awiyah, dari ayahnya, dia berkata, "Wahai Rasulullah, apakah hak istri atas salah seorang di antara kami ? "

Beliau menjawab,
" Hendaklah engkau memberinya makan jika engkau makan, hendaklah engkau memberinya pakaian jika engkau mengenakan pakaian, janganlah engkau memukul wajah, janganlah berkata 'Allah memburukanmu' dan janganlah menghindarinya kecuali tetap di dalam rumah." (Diriwayatkan Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim)

Nafkah termasuk urusan yang secara jelas di bebankan kepada laki-laki. Tetapi banyak pengaduan dan percekcokan antara suami istri karena masalah ini, yang sebabnya terletak pada pemberian yang sedikit atau dengan jumlah yang tidak mencukupi.

Asma' pernah berkata, "Sesungguhnya aku tidak mempunyai pilihan kecuali apa yang di berikan Az-Zubair kepadaku tatkala aku menikah dengannya, lalu kuambil sebagian dari hartanya."

Boleh jadi sebab - sebab terjadinya perselisihan dalam masalah ini adalah hal - hal berikut ini :
1. Suami tidak mempertimbangkan lingkungan keluarga yang pernah di alami istri. Nafkah bagi wanita yang kaya tidak sama dengan nafkah bagi wanita yang miskin.
2. Suami ikut campur dalam kawasan yang di khususkan bagi istri dan tanggung jawabnya serta dalam pemenuhan kebutuhan - kebutuhan rumah tangga.
3. Istri boros dalam membeli segala sesuatu, terutama kebutuhan - kebutuhan yang bersifat sekunder atau pelengkap.
4. Suami kikir dan bakhil, sebagaimana yang pernah diucapkan Hindun "Sesungguhnya Abu Supyan adalah laki-laki yang kikir"
5. Istri selalu memandang keatas, tidak pernah puas dan tidak mau menerima apa adanya.

Mengingat banyak suami yang memiliki kemampuan lebih untuk memberi nafkah, namun dia membatasi pemberian nafkah dalam kebutuhan - kebutuhan tertentu, maka Ibnu Qoyyim berkata, "Sesungguhnya dalam masalah penetapan hukum nafkah yang harus diberikan kepada istri ini. Rasulullah saw tidak menetapkan dengan nilai tertentu serta tidak memberi isyarat tentang berapa jumlahnya. Tetapi masalah ini dikembalikan kepada suami menurut cara yang ma'ruf. "

Diriwayatkan dari Nabi saw dalam Ash-shahihain : " Sesungguhnya Hindun, istri Abu Sufyan berkata, "sesungguhnya Abu Sufyan seorang laki-laki yang kikir. Dia tidak memberiku nafkah yang mencukupi kebutuhanku dan kebutuhan anakku, melainkan kuambil sebagian dari hartanya, sementara dia tidak tahu."
Lalu beliau bersabda, " Ambillah yang bisa mencukupi kebutuhanmu dan kebutuhan anakmu dengan cara yang ma'ruf."
Hukum dari Rasulullah ini sesuai dengan kitab Allah dalam Firman-Nya,

"Para ibu hendaklah menyusukan anak - anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf." (Al-Baqarah : 233).

Allah dan Rosul - Nya menyebutkan pemberian nafkah itu tanpa ada batasan, nilai dan jumlahnya. Andaikata nafkah itu ada ukurannya, tentunya Nabi Muhammad saw menyuruh Hindun untuk mengambil jumlah tertentu menurut ketetapan syariat. Beliau menyuruh agar mengambil menurut kebutuhan, tanpa ada batasannya. Tentang berapa jumlahnya, hal ini di serahkan kepadanya.
0 Komentar untuk "Pemberian Nafkah kepada istri "

Back To Top